Showing posts with label DPR RI. Show all posts
Showing posts with label DPR RI. Show all posts

Menyangkut Keamanan Negara, UU Perlindungan Data Pribadi Dibutuhkan


Anggota Komisi I DPR Charles Honoris mengatakan, hingga saat ini belum rencana DPR untuk membahas RUU tentang Perlindungan Data Pribadi. Apalagi, RUU tersebut sama sekali belum dibahas untuk masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas).
"Belum (masuk prolegnas). Namun, kami akan melihat kebutuhan mendesak terkait persoalan ini. Apalagi, jika ini menyangkut keamanan negara," ujar Charles di kompleks parlemen Senayan Jakarta, Selasa (27/11).
Terkait dengan sikap pemerintah untuk penuntasan RUU Perlindungan Data Pribadi (data protection and privacy act), Charles mengatakan, saat ini soal itu masih berpegang pada Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 20 Tahun 2016, tertanggal 1 Desember 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi dalam Sistem Elektronik.
Berdasarkan peraturan menteri tersebut, pemerintah dapat menerapkan sanksi administrasi sampai dengan pencabutan izin apabila terjadi pelanggaran. Menurut politisi PDIP itu, variable yuridiksi virtual terhadap perlindungan data pribadi dengan program registrasi ulang kartu prabayar diperlukan untuk membuat regulasi keamanan dan perlindungan data privasi, khususnya dalam transaksi daring.
Sampai saat ini, Indonesia belum mempunyai undang-undang yang khusus mengatur dan menjamin perlindungan data pribadi, baik yang dikelola oleh pemerintah maupun swasta.
"Harus ada koordinasi terkait kementerian-kementerian yang menyangkut itu semua. Data digital, termasuk regulasi di dalamnya adalah domain Kemkominfo. Terkait data kependudukan, domain Kemdagri, dan terkait keamanan juga Kementerian Pertahanan, terkait regulasi BSSN domainnya Kementerian Koordinator Polhukam, dan Kemkumham," katanya.
Sumber : BeritaSatu
Continue Reading

Tak Rela Prabowo Tuding Jokowi Pencitraan Soal Rohingya


Politikus PDI Perjuangan Charles Honoris tak bisa menerima pernyataan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto yang menuding pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) melakukan pencitraan dengan membantu etnis Rohingya yang kini di tempat-tempat pengungsian di Myanmar. Anggota Komisi I DPR yang membidangi urusan luar negeri itu bahkan menyampaikan pernyataan keras untuk mengkritik Prabowo.
"Statement Prabowo mengada-ada dan tidak berdasar. Pemerintahan Jokowi sedang melakukan segala upaya yang dimungkinkan untuk segera menghentikan siklus kekerasan di Rohingya," ujar Charles dalam pernyataan tertulisnya, Minggu (17/9).
Lebih lanjut Charles mengatakan, Presiden Jokowi sudah mengirim Menteri Luar Negeri Retno P Marsudi untuk menemui tokoh-tokoh penting di Myanmar, termasuk Penasihat Negara Aung San Suu Kyi. Selain itu, pemerintahan Presiden Jokowi juga berupaya menggalang komunitas internasional untuk memberi tekanan kepada Myanmar agar menghentikan kekerasan terhadap warga Rohingya.
"Lalu saya ingin kembali bertanya kepada Pak Prabowo apa yang harus dikerjakan pemerintah agar tidak disebut pencitraan? Apakah harus mengirim pesawat temput untuk mengebom Yangon (kota di Myanmar, red)? Apakah harus mengirimkan prajurit TNI ke Myanmar untuk melakukan invasi militer? Atau apa?" ujar Charles.
Menurut Charles, Myanmar merupakan negara berdaulat sehingga untuk melakukan intervensi militer harus melalui mekanisme hukum internasional seperti resolusi Dewan Keamanan PBB. Karena itu, katanya, pemerintah Indonesia berupaya maksimal melalui opsi-opsi yang tersedia untuk menghentikan siklus kekerasan di Myanmar.
Charles pun mengingatkan semua pihak tidak menunggangi isu Rohingya untuk komoditas politik. "Saya berharap tidak ada pihak-pihak yang menggunakan cara-cara murahan seperti menunggangi isu Rohingya untuk mendegradasi kerja-kerja pemerintahan Jokowi-JK," pungkas anak buah Megawati Soekarnoputri di PDIP itu.
Sebelumnya Prabowo saat ikut Aksi Bela Rohingnya di kawasan Silang Monas, Jakarta Pusat, Sabtu (26/9) menganggap bantuan kemanusiaan untuk etnis minoritas muslim di Myanmar itu hanyalah bentuk pencitraan. Prabowo beralasan, pemerintah Indonesia semestinya bisa disegani sehingga bisa melakukan upaya maksimal dalam membantu warga Rohingya yang terusir dari Myanmar.
Sumber : JPNN
Continue Reading

Politikus PDIP Minta Polri Bongkar Jaringan Lain Setelah Saracen


Anggota Komisi I DPR Charles Honoris meminta kepolisian membongkar jaringan penyebar isu SARA lainnya yang serupa dengan grup Saracen. Dia mengatakan masih ada puluhan ribu situs hoax yang digunakan untuk penyerangan terkait pemilu.

"Saya mendapatkan informasi bahwa ada jutaan akun dan puluhan ribu situs hoax yang sudah disiapkan untuk menghadapi perhelatan politik di tahun 2018 dan 2019," ujar Charles dalam keterangan tertulis, Jumat (25/8/2017).

Charles menuturkan hal tersebut dapat mengancam persatuan bangsa karena bisa memecah belah suara rakyat.

"Tentunya hal ini dapat mencederai iklim demokrasi yang sehat menjelang pilkada dan pemilu, dan lebih lagi mengancam persatuan bangsa," kata Charles.
Politikus PDIP itu meminta Polri bisa mengungkap dan menangkap jaringan-jaringan lainnya. Sebab, menurut Charles, penyebaran hoax dan ujaran kebencian adalah pelanggaran pidana yang mengacu pada UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

"Oleh karena itu, saya berharap Polri terus melanjutkan pengungkapan dan penangkapan jaringan-jaringan lain yang menyebarkan ujaran kebencian dan hoax di media sosial," ucapnya.

Menurut Charles, ujaran kebencian dapat memicu konflik horizontal. Juga memperbanyak masyarakat melakukan radikalisme, bahkan aksi terorisme.

"Oleh karena itu, ujaran kebencian harus kita lawan bersama. Ditunggu pengungkapan dan penangkapan selanjutnya," tutur Charles.
Sebelumnya, polisi menangkap tiga pelaku berinisial JAS, MFT, dan SRN. Mereka dijerat dengan Pasal 45A ayat 2 jo Pasal 28 ayat 22 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan UU ITE dengan ancaman 6 tahun penjara dan/atau Pasal 45 ayat 3 jo Pasal 27 ayat 3 UU ITE dengan ancaman 4 tahun penjara.

Kepolisian menyebut kelompok Saracen sering menawarkan jasa untuk menyebarkan ujaran kebencian bernuansa SARA di media sosial. Setiap proposal mempunyai nilai hingga puluhan juta rupiah.
Sumber: Detik
Continue Reading

Charles Honoris: Dana Untuk Pos Perbatasan Harus Memadai


Anggota Komisi I DPR Charles Honoris mengatakan, pihaknya berkomitmen kuat untuk meningkatkan kesejahteraan prajurit TNI. Komitmen anggaran pertahanan dan TNI terus ditingkatkan hingga mendekati dua persen dari produk domestik bruto (PDB) di masa mendatang.
“Untuk anggaran Kementerian Pertahanan dan TNI kita mengikuti komitmen yang ada telah disepakati di komisi I yakni mendekati dua persen PDB,” ujar Charles Honoris di kompleks parlemen, Senayan Jakarta, Rabu (16/8).
Peningkatan anggaran di Kemhan dan TNI juga tidak hanya untuk menambah alutista, tetapi juga untuk peningkatan anggaran intelijen. Sebab, fungsi intelijen sangat strategis untuk melindungi Indonesia dari berbagai ancaman.
Menurut politisi PDI Perjuangan itu, selama ini Komisi I tidak pernah menolak permintaan peningkatan kesejahteraan untuk prajurit TNI. Bahkan, Komisi I juga mendorong peningkatkan kesejahteraan purnawirawan TNI yang hingga saat ini banyak belum memiliki rumah tinggal sendiri.
“Jadi peningkatan kesejahteraan tidak hanya untuk anggota TNI tetapi juga pensiunan. Kita dorong agar mereka (pensiunan) punya rumah,” katanya.
Peningkatan anggaran untuk kesejahteraan prajurit dinilai sangat penting agar TNI semakin profesional dalam melaksanakan tugas-tugas negara. Selain itu, peningkatan anggaran juga sangat penting terutama untuk pembangunan pos-pos perbatasan.
“Anggaran untuk membangun pos-pos perbatasan harus memadai karena fungsinya sangat vital dalam menjaga dan melindungi wilayah NKRI,” tandasnya.
Sumber: BeritaSatu
Continue Reading

Siapa Figur Alternatif yang Disiapkan PDI-P?


Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) menyiapkan langkah bila batal mengusung Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dalam Pilkada DKI 2017. Sejauh ini, Ahok masih menyatakan akan maju pada pilkada melalui jalur independen.

Politisi PDI-P Charles Honoris mengatakan bahwa partainya menyiapkan langkah dengan mengusung figur lain dalam Pilkada DKI 2017. Ia menyebut partainya memiliki beberapa kader potensial untuk diusung pada Pilkada DKI 2017, di antaranya adalah Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat dan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini

"Ini masih jauh. Kalau melihat kader, kita punya banyak kader berpotensi. Kita punya Pak Wagub, Pak Djarot sendiri sudah satu tahun setengah sebagai Wagub," kata Charles di Hotel Cemara, Jakarta Pusat, Minggu (19/6/2016). 

Menurut Anggota DPR RI itu, Risma memiliki potensi besar membangun Jakarta. Terlebih, dalam beberapa survei, nama Risma mampu menyaingi Ahok. 

Misalnya dalam survei Manilka Research and Consulting, elektabilitas Risma tidak berbeda jauh saat head to head dengan Ahok. Ahok memang lebih unggul dengan capaian elektabilitas sebesar 49,5 persen, sedangkan Risma mendapat 34,3 persen. Sisanya 7,7 persen responden menyatakan ragu-ragu dan 8,5 persen tidak menjawab. 

"Bedanya cuma sekitar 10 persen. Kalau diadu dengan Pak Ahok, bisa menang kita," sambung Charles. 

Ia mencontohkan Pilkada DKI Jakarta pada tahun 2012 silam. Saat itu, survei Jokowi jauh di bawah calon petahana Fauzi Bowo. Namun Jokowi dapat menang dan menjadi Gubernur DKI Jakarta. 

Belum lagi, kata Charles, mulai bermunculan fenomena deklarasi relawan, baik relawan Djarot atau Risma. 

"Ini fenomena baik, kader-kader PDI-P dihargai. Baik Pak Djarot dengan beberapa relawan deklarasikan diri, begiti juga Bu Risma," ujar Charles.

Sumber : Kompas
Continue Reading

RUU Kamnas Dinilai Tumpang Tindih Dengan UU TNI/Polri


Anggota Komisi I DPR RI fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Charles Honoris, menilai rancangan Undang-undang Keamanan Nasional (Kamnas) yang diajukan pemerintah ke Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2016 belum terlalu penting. Sebab, menurut dia, RUU Kamnas kurang sejalan dengan agenda reformasi dalam penguatan hak-hak sipil, berpolitik, dan berserikat.

"Saya khawatir RUU Kamnas bisa mencederai demokrasi ketika dijadikan UU. Saya melihat tak ada urgensi untuk membahas RUU itu dalam waktu dekat," kata Charles, di Surabaya, Selasa (19/4/2016).
Menurut dia, RUU Kamnas bermasalah dari sisi yuridis. RUU Kamnas, kata dia, terkesan ditempatkan lebih tinggi dari UU TNI dan UU Polri. Padahal, dalam filosofi hukum tak boleh menempatkan satu UU di atas UU lainnya.

Dia mencontohkan, dalam draft RUU Kamnas dimungkinkan keterlibatan intelijen dengan kewenangan lebih luas. Padahal, kata dia, urusan dan kewenangan Badan Intelijen Negara (BIN) telah diatur dalam UU Intelijen.

"Saya berpandangan UU yang mengatur perangkat keamanan negara hari ini masih mampu mengakomodasi segala ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan keamanan nasional," jelasnya.

Menurut dia, saat ini yang diperlukan Indonesia adalah menerapkan UU yang berkaitan dengan keamanan nasional secara konsisten dan menghilangkan ego sektoral. Sebab, jika RUU Kamnas hanya untuk mengantisipasi perkembangan ancaman keamanan nasional, cukup dengan meningkatkan kualitas aparat penegak hukum, meningkatkan fasilitas perangkat penegakan hukum, dan koordinasi antar instansi terkait.

Hal senada juga disampaikan pengamat politik LIPI, Hermawan Sulistyo. Dia berpendapat, yang dibutuhkan pemerintah saat ini adalah profesionalisme TNI di bidang pertahanan dan keamanan.

"Kita sepakat dengan alokasi anggaran TNI sebesar Rp152 triliun sepanjang 2011-2015 dan diteruskan pada tahun anggaran 2016-2019 dengan nilai sebesar Rp152 triliun pula. Tapi TNI harus profesional dan tangguh dalam konteks hankam, bukan TNI yang masuk ke semua lini dalam kehidupan masyarakat dan ketatanegaraan," tegasnya.
 
Sumber : metrotvnews.com
Continue Reading

Charles Honoris Anggota DPR RI Sesalkan Pernyataan Ketua Komisi I

redpassion_large

Para pengelola situs yang dianggap berkonten radikal dan diblokir oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (kemenkominfo) menemui Komisi I DPR RI, untuk mediasi terhadap kebijakan pemerintah memblokir situs media online mereka.
Diakhir rapat keluar pernyataan dari Ketua Komisi I Mahfudz Shiddiq yang menyebutkan bahwa ada pelanggaran UU dalam pemblokiran situs online yang dituding radikal itu.
Pernyataan ini sontak disesalkan anggota Komisi I DPR dari PDI Perjuangan Charles Honoris. Pernyataan Mahfudz dianggap Charles tidak berimbang karena tidak menyertakan pendapat dari Kominfo dan BNPT.
Pasalnya, disaat bersamaan dengan itu, Charles Honoris mengaku telah menerima laporan dari masyarakat tentang sepak terjang situs yang dituding radikal oleh BNPT itu. Menurutnya, ada pihak-pihak yang diserang oleh situs tersebut.
"Saya mendapat aspirasi dari masyarakat tentang konten dan artikel dari situs-situs yang dibanned dari BNPT itu. Diantaranya ada yang mengaku dikafirkan, dibilang tak beragama, disebut PKI dan lainnya. Ini yang saya sayangkan," kata Charles Honoris kepada Kantor Berita Politik RMOL di gedung DPR RI, Senayan, Jakarta (Rabu, 1/4).
Selain itu, Charles Honoris juga mengaku sudah mendapatkan dokumen dari BNPT mengenai penjelasan mengapa ke-22 situs yang mayoritas berkonten Islami itu diblokir.
"Baru saja saya terima surat penjelasan dari BNPT mengenai penjelasan mengapa situs-situs itu dibanned. Satu per satu dari 22 situs itu dijelaskan, yang saya baca secara umum ada yang dijelaskan media bersangkutan mengajari cara merakit bom, ada yang berkonten kekerasan secara eksplisit," jelas Charles Honoris.
Untuk itu, Charles Honoris menyesalkan sikap pimpinan Komisi I yang mengambil kesimpulan terlebih dahulu tanpa mendengarkan penjelasan dari BNPT.
"Saya minta makanya jangan ada kesimpulan dulu sebelum kami minta penjelasan dari BNPT. Kami kan belum tahu apa alasannya, tapi sudah diambil kesimpulan," tandas Charles Honoris.
Sumber Rmol.co
Continue Reading

Charles Honoris: Situs yang Diblokir Pemerintah Ajarkan Kekerasan


Charles Honoris, Anggota DPR RI Fraksi PDIP

Jakarta, GATRAnews - Para pemilik situs yang diduga berkonten radikal dan diblokir oleh Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menemui Komisi I DPR RI. Mereka ingin melakukan mediasi terhadap kebijakan pemerintah memblokir situs media online mereka. Namun anggota Komisi I DPR, Charles Honoris mengaku menerima laporan dari masyarakat tentang sepak terjang situs yang dituding radikal oleh BNPT itu.

Menurut Charles ada pihak-pihak yang diserang oleh para pengelola situs tersebut. "Saya mendapat aspirasi dari masyarakat tentang konten dan artikel dari situs-situs yang di-banned dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme itu. Diantaranya ada yang mengaku dikafirkan, dibilang tak beragama, PKI dan lainnya. Ini yang saya sayangkan," katanya kepada GATRAnews, di Gedung DPR RI, Rabu (1/4).

Politisi PDIP ini juga mengaku sudah mendapatkan surat dari BNPT mengenai penjelasan mengapa 22 situs yang mayoritas berkonten Islami itu. "Baru saja saya terima surat penjelasan dari BNPT mengenai penjelasan mengapa situs itu dibanned. Satu per satu dari 22 situs itu dijelaskan, yang saya baca secara umum ada yang dijelaskan mengajari cara merakit bom, ada yang berkonten kekerasan secara eksplisit," jelasnya.

Untuk itu Charles meminta pimpinan Komisi I untuk tidak mengambil kesimpulan terlebih dahulu sebelum mendengarkan penjelasan dari BNPT, meskipun Ketua Komisi I, Mahfudz Shiddiq telah menyatakan ada pelanggaran terhadap Undang-Undang dalam pemblokiran situs online yang dituding radikal.

"Saya minta makanya jangan ada kesimpulan dulu sebelum kami minta penjelasan dari BNPT. Kami kan belum tahu apa alasannya, tapi sudah diambil kesimpulan," tegasnya.
( Gatra)
http://www.gatra.com/politik-1/140898-charles-honoris-situs-yang-diblokir-pemerintah-ajarkan-kekerasan.html
Continue Reading
Designed By Cue For Blogger Templates