Showing posts with label TNI. Show all posts
Showing posts with label TNI. Show all posts

Charles Honoris: Dana Untuk Pos Perbatasan Harus Memadai


Anggota Komisi I DPR Charles Honoris mengatakan, pihaknya berkomitmen kuat untuk meningkatkan kesejahteraan prajurit TNI. Komitmen anggaran pertahanan dan TNI terus ditingkatkan hingga mendekati dua persen dari produk domestik bruto (PDB) di masa mendatang.
“Untuk anggaran Kementerian Pertahanan dan TNI kita mengikuti komitmen yang ada telah disepakati di komisi I yakni mendekati dua persen PDB,” ujar Charles Honoris di kompleks parlemen, Senayan Jakarta, Rabu (16/8).
Peningkatan anggaran di Kemhan dan TNI juga tidak hanya untuk menambah alutista, tetapi juga untuk peningkatan anggaran intelijen. Sebab, fungsi intelijen sangat strategis untuk melindungi Indonesia dari berbagai ancaman.
Menurut politisi PDI Perjuangan itu, selama ini Komisi I tidak pernah menolak permintaan peningkatan kesejahteraan untuk prajurit TNI. Bahkan, Komisi I juga mendorong peningkatkan kesejahteraan purnawirawan TNI yang hingga saat ini banyak belum memiliki rumah tinggal sendiri.
“Jadi peningkatan kesejahteraan tidak hanya untuk anggota TNI tetapi juga pensiunan. Kita dorong agar mereka (pensiunan) punya rumah,” katanya.
Peningkatan anggaran untuk kesejahteraan prajurit dinilai sangat penting agar TNI semakin profesional dalam melaksanakan tugas-tugas negara. Selain itu, peningkatan anggaran juga sangat penting terutama untuk pembangunan pos-pos perbatasan.
“Anggaran untuk membangun pos-pos perbatasan harus memadai karena fungsinya sangat vital dalam menjaga dan melindungi wilayah NKRI,” tandasnya.
Sumber: BeritaSatu
Continue Reading

RUU Antiterorisme, PDIP: TNI Keterlibatannya Terbatas

Charles Honoris

Komisi I DPR Fraksi PDI Perjuangan Charles Honoris berharap RUU Antiterorisme segera diselesaikan. RUU memang harus diperkuat sebagai pencegahan dan deteksi dini aksi terorisme.

"Aturan terkait pemberantasan tindak pidana terorisme memang perlu segera diperkuat, tetapi penguatan itu ada pada pencegahan dan deteksi dini, termasuk penambahan kewenangan kepada penyidik untuk memidanakan ujaran kebencian yang menjadi akar dari radikalisme dan terorisme," kata Charles Honoris, Selasa (30/5).

Menurutnya keterlibatan TNI bersifat terbatas, hanya jika dimintai bantuan dari kepolisian untuk memburu pelaku teror. 

Baca juga: Komisi I DPR Nilai Pembahasan RUU Terorisme Lamban


"Saya yakin yang dimaksud Presiden terkait pelibatan TNI dalam UU pemberantasan tindak pidana terorisme itu sifatnya pelibatan secara terbatas. TNI akan bisa dilibatkan apabila ada permintaan bantuan dari kepolisian dan sesuai UU TNI yaitu berdasarkan keputusan politik negara," lanjutnya. 

Menurutnya, Jokowi sudah paham konsep model penegakan hukum sehingga tidak mungkin membuat kebijakan yang berbenturan dan bisa menimbulkan permasalahan.


Sebelumnya Jokowi meminta pembahasan RUU Antiterorisme dipercepat, dan juga memberikan arahan perihal keterlibatan TNI dalam pemberantasan terorisme. 

"Berikan juga kewenangan TNI untuk masuk di dalam rancangan undang-undang ini," kata Jokowi di Istana Bogor, Senin (29/5).


Sumber : http://jitunews.com/read/59749/ruu-antiterorisme-pdip-tni-keterlibatannya-terbatas#ixzz4j64RhAAN
Continue Reading

DPR Minta TNI Investigasi Komprehensif Perawatan Pesawat


TNI harus menginvestigasi secara komprehensif terkait perawatan dan pengelolaan skuadron pesawat miliknya dan harus ada reformasi pengelolaan alutsista, menyusul jatuhnya pesawat Hercules C-130 di Papua pada Minggu (18/12), kata anggota Komisi I DPR Charles Honoris.
"Hercules tipe ini memang sudah tua karena pabrikan tahun 1964. Tetapi bukan berarti usia pesawat tersebut membuatnya tidak aman untuk diterbangkan," katanya di Jakarta, Senin.
Dia mengatakan Hercules usia seperti itu masih banyak digunakan di berbagai negara dengan optimal, dengan catatan perawatannya baik.
Menurut dia, selain memang adanya keterbatasan anggaran untuk pembelian pesawat baru, ada antrean yang harus dilewati untuk pengadaan pesawat angkut militer baru. 
"Pascakecelakaan Hercules di Medan beberapa waktu yang lalu, kami mendapatkan informasi bahwa dari 24 unit pesawat Hercules yang kita punya hanya 11 yang dalam kondisi siap terbang," katanya.
Menurut politikus PDI Perjuangan itu, dari total 50 pesawat angkut yang dimiliki Indonesia, hanya 24 unit yang bisa terbang. Hal itu tentunya harus menjadi bahan evaluasi bagi TNI AU terkait perawatan dan pengelolaan pesawat terbang TNI.
"Terkait kebijakan anggaran, untuk tahun 2017, anggaran untuk TNI AU memang paling kecil. Dari rencana anggaran Rp108 triliun matra udara hanya mendapat alokasi Rp13,8 triliun," katanya.
Charles menegaskan Fraksi PDI Perjuangan terus mendorong agar anggaran pertahanan dari tahun ke tahun terus meningkat dan seimbang sesuai dengan kebutuhan riil sektor pertahanan. Dia mendukung penuh pemerintah menaikkan anggaran pertahanan sampai 2019 sebesar Rp250 triliun.
"Masih hangat dalam memori kita tentunya dalam setahun terakhir insiden kecelakaan yang melibatkan pesawat TNI baik itu penumpang maupun pesawat tempur sudah terjadi setidaknya 5 kali," ujarnya.
Dia mengatakan prajurit TNI dilatih dan dididik untuk menghadapi ancaman dan musuh NKRI, bukan untuk mati karena kelalaian institusi sehingga jangan jadikan pesawat dan alutsista sebagai peti mati prajurit.
Sebelumnya, Wakil Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Madya TNI Hadiyan Sumintaatmadja membenarkan, bahwa Pesawat Hercules tipe A 1334 milik TNI hilang kontak pada Minggu (18/12) sekitar pukul 06.05 WIT.
Pesawat tersebut jatuh setelah diduga menabrak Gunung Tugima, Kampung Minimo, Distrik Maima, Kabupaten Jayawijaya. Akibat kecelakaan ini, seluruh penumpang pesawat berjumlah 13 orang meninggal dunia.
Menurutnya, pesawat tersebut selain melaksanakan misi navigation exercise atau latihan, juga membawa dukungan pergeseran logistik untuk Pemerintah Daerah (Pemda) Papua.
Continue Reading

Politisi PDIP Ini Minta Aparat Waspada, ISIS Bangun Basis di Filipina

Anggota Komisi I Charles Honoris mengatakan, pemerintah, khususnya Badan Intelijen Negara harus waspada merespons informasi dari Panglima TNI bahwa kelompok Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) sedang membangun basis di Filipina Selatan.

BIN harus melakukan upaya deteksi dini terhadap berbagai ancaman yang mungkin terjadi.
"BIN nantinya bisa melakukan intelligence sharing kepada lembaga penegak hukum sehingga bisa mengantisipasi aksi-aksi terorisme yang mungkin terjadi," kata Charles, melalui keterangan tertulisnya, Rabu (7/12/2016).
Selain itu, lanjut Charles, adanya infiltrasi kelompok ISIS di berbagai jaringan di Tanah Air harus mendapatkan perhatian khusus.
BNPT, BIN maupun Polri harus mampu melakukan infiltrasi yang efektif terhadap jaringan-jaringan tersebut sehingga bisa mengetahui penyebaran paham dan proses rekruitmen yang dilakukan oleh kelompok ini.
Keterlibatan PPATK juga penting untuk melacak aliran dana.
"Follow the money. Apabila diputus aliran dananya maka tentu akan mempersulit gerakan mereka," tambah dia.
Menurut Charles, ancaman jaringan dan ideologi ISIS bukan hanya menyangkut aksi-aksi terorisme.
Tetapi juga dengan cara mengganggu stabilitas politik nasional dan melalui aksi makar.
"Rakyat Indonesia harus waspada karena kelompok dan ideologi ini tidak akan berhenti sebelum tujuannya tercapai. Oleh karena itu, jaringan ini harus segera dimatikan," ucap Politisi PDI-P ini.
Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo sebelumnya mengatakan, ada informasi bahwa kawasan Filipina selatan yang dekat dengan perbatasan Indonesia, akan menjadi basis pergerakan ISIS di Asia Tenggara.
Hal tersebut disampaikan Gatot saat Seminar Nasional bertema Preventive Justice dalam Antisipasi Perkembangan Ancaman Terorisme di Jakarta, Selasa (6/12/2016).
“Saya sudah enam bulan lebih berteriak tentang ini, dan syukur Alhamdulilah Presiden Rodrigo Duterte pada 14 November lalu menyampaikan benar bahwa ISIS menjadikan Filipina selatan sebagai basis di Asia Tenggara. Dan Presiden Duterte akan mengabaikan HAM untuk melindungi rakyatnya,” ujarnya.
Sumber : BangkaPost
Continue Reading

TNI Turun Berantas Terorisme Mesti Melalui Persetujuan Presiden

Charles Honoris
Operasi Tinombala membuahkan hasil ‎dengan tewasnya pucuk pimpinan Mujahidin Indonesia Timur, Santoso oleh tim dari TNI.

Namun keberhasilan tersebut tidak lantas mengenyampingkan prosedur campur tangan militer dalam penumpasan teroris.

"Kita mengapresiasi apa yang sudah dilakukan TNI dalam pemberantasan terorisme. TNI bisa melumpuhkan kelompok Santoso, tetapi sejujurnya apa yang dilakukan itu melanggar UU, karena tidak mendapatkan keputusan politik negara," ujar anggota Komisi 1 DPR RI, Fraksi PDIP, Charles Honoris dalam diskusi "Operasi Militer Selain Perang," di Kantor YLBHI, Jalan Diponegoro, Senin (3/9/2016).

Keputusan politik negara yang dimaksud yakni keputusan presiden melalui persetujuan DPR.

Menurut Charles segala aktivitas militer di luar perang memerlukan persetujuan presiden secara tertulis.
Hal tersebut sesuai dengan UU TNI nomor 34 tahun 2004.

‎"Undang-undang jelas karena tidak ada aturan turunan yang menjabarkan lebih detil, maka menurut saya, pemahanan saya apa yang dilakukan oleh TNI melanggar Undang-undang (pemberantasan terorisme). Karena bunyi pasal 7 ayat 2 dan 3 adalah perlu persejuan politik negara, perlu persetujuan presiden dan DPR," katanya.
Sementara itu ketika ditanya mengenai rancangan revisi undang-undang terorisme‎, menurut Honoris masih dalam pembahasan.

Dalam revisi, Pemberantasan Terorisme harus tetap berpijak pada penegakan hukum.

‎"Kita tidak ingin beralih dari sistem model penegakan hukum menjadi model lain seperti yang diusulkan beberapa teman. Kita ingin konsisten pembahasan terorisme dengan model penegakkan hukum," katanya.

Oleh karenanya fraksinya mendorong draf rancang UU terorisme dikembalikan ke pemerintah untuk disesuaikan dengan Kitab Undang-undang hukum Pidana.

‎"Ketika sudah di harmonisasi di DPR saya rasa mungkin polemik kontroversi tidak sebesar seperti sekarang," katanya.

Sumber : Tribunnews
Continue Reading

Semakin Lama Disandera, Nyawa Tawanan Semakin Terancam

Anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Charles Honoris

Humanitarian intervention atau‎ Intervensi kemanusiaan dinilai bisa menjadi cara untuk membebaskan warga negara Indonesia ‎(WNI) yang disandera kelompok bersenjata Abu Sayyaf di Filipina. 

Usul tersebut disampaikan oleh Anggota Komisi I DPR‎ Charles Honoris. "Di mana militer negara asing atau pasukan yang diberikan mandat oleh PBB bisa saja masuk ke wilayah kedaulatan sebuah negara untuk menyelamatkan nyawa manusia dan menghindari terjadinya pembunuhan massal," ujar Charles, Minggu (17/7/2016). 

Dia menambahkan, cara demikian pernah digunakan Amerika Serikat di Kosovo pada tahun 1990-an. "Humanitarian Intervention bisa dijadikan preseden pembebasan WNI yang disandera Abu Sayyaf. Untuk menghindari polemik, saya memilih menggunakan terminologi operasi pembebasan ketimbang operasi militer," ucap politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini.

Dia mengakui Filipina tidak mengizinkan militer asing untuk beroperasi di wilayah kedaulatannya. Namun, menurut dia, operasi pembebasan untuk menyelamatkan manusia tidak dilarang dan tidak bedanya dengan operasi-operasi penyelamatan yang melibatkan militer asing dalam hal bencana alam seperti longsor dan gempa bumi. 

"Operasi pembebasan terhadap sandera WNI harus segera dilakukan. Kasus penyanderaan ini jangan dibiarkan terlalu lama," ungkapnya.

Lagipula, ujar dia, Pemerintah sudah dengan tegas menyatakan tidak akan membayar uang tebusan. Sedangkan penculikan-penculikan ini bukan didasarkan oleh faktor ideologis tetapi semata-mata untuk mencari uang. 

"Makin lama sandera ditahan oleh kelompok Abu Sayaf maka makin berbahaya pula nyawa para sandera," katanya.

Dia meyakini militer Filipina pasti sudah memiliki koordinat lokasi para sandera dan penyanderanya, apalagi sudah ada komitmen bantuan dari Indonesia dan Malaysia. 

"Apabila sumber daya intelijen militer negara-negara di kawasan bisa dimaksimalkan saya yakin pembebasan sandera bukan hal yang mustahil dilakukan," paparnya.

Dia menambahkan, TNI pun sudah berkali-kali menyatakan kesiapan dan kesanggupan untuk melakukan operasi pembebasan. "Kami di Komisi I DPR mendukung penuh upaya melakukan operasi pembebasan apapun itu bentuknya, ini harus dilakukan segera dan tidak lagi bisa menunggu," kata dia.

Dia mengatakan, ‎penyelamatan nyawa para sandera harus diutamakan di atas kepentingan politik apapun. "Ingat, kejahatan akan menang apabila orang baik tidak melakukan apapun," katanya.

Seperti diketahui, sudah beberapa kali kapal warga negara Indonesia (WNI) dibajak saat melintasi wilayah perairan negara tetangga. Paling terbaru adalah kasus penculikan tiga WNI di wilayah perairan Lahad Batu, Malaysia  pada tanggal 9 Juli malam.

Sumber : Sindonews
Continue Reading

DPR Minta Pemerintah Investigasi Jatuhnya Helikopter TNI AD


Anggota Komisi I DPR Charles Honoris meminta pemerintah segera melakukan investigasi penyebab kecelakaan helikopter Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat yang terjadi di Kalasan, Yogyakarta, kemarin. "Jika perlu segera diadakan evaluasi seluruh armada tempur kita untuk mengetahui sejauh mana kelayakannya," kata dia dalam pernyataan tertulis, Sabtu, 9 Juli 2016.

Politikus PDIP ini menambahkan pengawasan terhadap maintenance alutsista seharusnya diperketat untuk meminimalisir kecelakaan. Anggaran pertahanan yang dinaikkan seharusnya tak menjadi hambatan dalam melakukan perbaikan keseluruhan dari sisi sumber daya manusia maupun alutsista. "Sehingga pertahanan kita juga dapat semakin profesional dan berfungsi sebagaimana mestinya," ucap dia.

Selain itu, Charles meminta Kementerian Pertahanan dan TNI untuk terus menguji kelayakan alat utama sistem persenjataan khususnya alat pertahanan udara pesawat dan helikopter. "Jangan sampai tragedi kecelakaan pesawat atau helikopter terus berulang," ujarnya.

Helikopter Helly Bell 205 A-1 milik TNI AD dengan nomor registrasi HA-5073 jatuh saat sedang menjalankan misi bantuan untuk Pangdam IV Diponegoro. Pesawat menimpa dua rumah milik Heru Purwanto dan Parno yang dalam keadaan kosong. Lokasi jatuhnya pesawat tepat berada di Dusun Kowang Desa Tamanmartani Kecamatan Kalasan Kabupaten Sleman, Yogyakarta.
Penyebab jatuhnya helikopter itu masih belum jelas. Namun, akibat peristiwa itu tiga orang meninggal, yaitu Letnan Dua Angga Juang, Sersan Dua Yogi Riski Sirait, dan warga sipil Fransisca Nila Agustin.
Continue Reading

RUU Kamnas Dinilai Tumpang Tindih Dengan UU TNI/Polri


Anggota Komisi I DPR RI fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Charles Honoris, menilai rancangan Undang-undang Keamanan Nasional (Kamnas) yang diajukan pemerintah ke Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2016 belum terlalu penting. Sebab, menurut dia, RUU Kamnas kurang sejalan dengan agenda reformasi dalam penguatan hak-hak sipil, berpolitik, dan berserikat.

"Saya khawatir RUU Kamnas bisa mencederai demokrasi ketika dijadikan UU. Saya melihat tak ada urgensi untuk membahas RUU itu dalam waktu dekat," kata Charles, di Surabaya, Selasa (19/4/2016).
Menurut dia, RUU Kamnas bermasalah dari sisi yuridis. RUU Kamnas, kata dia, terkesan ditempatkan lebih tinggi dari UU TNI dan UU Polri. Padahal, dalam filosofi hukum tak boleh menempatkan satu UU di atas UU lainnya.

Dia mencontohkan, dalam draft RUU Kamnas dimungkinkan keterlibatan intelijen dengan kewenangan lebih luas. Padahal, kata dia, urusan dan kewenangan Badan Intelijen Negara (BIN) telah diatur dalam UU Intelijen.

"Saya berpandangan UU yang mengatur perangkat keamanan negara hari ini masih mampu mengakomodasi segala ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan keamanan nasional," jelasnya.

Menurut dia, saat ini yang diperlukan Indonesia adalah menerapkan UU yang berkaitan dengan keamanan nasional secara konsisten dan menghilangkan ego sektoral. Sebab, jika RUU Kamnas hanya untuk mengantisipasi perkembangan ancaman keamanan nasional, cukup dengan meningkatkan kualitas aparat penegak hukum, meningkatkan fasilitas perangkat penegakan hukum, dan koordinasi antar instansi terkait.

Hal senada juga disampaikan pengamat politik LIPI, Hermawan Sulistyo. Dia berpendapat, yang dibutuhkan pemerintah saat ini adalah profesionalisme TNI di bidang pertahanan dan keamanan.

"Kita sepakat dengan alokasi anggaran TNI sebesar Rp152 triliun sepanjang 2011-2015 dan diteruskan pada tahun anggaran 2016-2019 dengan nilai sebesar Rp152 triliun pula. Tapi TNI harus profesional dan tangguh dalam konteks hankam, bukan TNI yang masuk ke semua lini dalam kehidupan masyarakat dan ketatanegaraan," tegasnya.
 
Sumber : metrotvnews.com
Continue Reading

Politikus PDIP: TNI Dan BIN Harus Segera Gelar Operasi Pembebasan 10 WNI Dari Kelompok Abu Sayyaf

Pemerintah Indonesia harus bergerak cepat, taktis, dan efektif mencari keberadaan 10 Warga Negara Indonesia (WNI) yang disandera kelompok Abu Sayyaf di Filipina.

Anggota Komisi I DPR RI Charles Honoris mendorong agar Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) segera memaksimalkan Tim Perlindungan WNI dengan memastikan kondisi keselamatan 10 WNI tersebut.
"Pemerintah harus segera memastikan kondisi keselamatan 10 WNI tersebut," ujar anggota Fraksi PDI Perjuangan ini, Selasa (29/3/2016).

Pemerintah pun perlu memastikan komunikasi terjalin baik dengan pihak Filipina. "Ini menyangkut aspek ancaman terhadap keselamatan warga negara," ujarnya.

Menurutnya paling penting TNI dan BIN segera menggelar operasi pembebasan sandera.

"Ini sudah jadi wilayah TNI. Pasukan TNI kita sudah punya pengalaman terkait operasi pembebasan sandera seperi yang dilakukan di Somalia. Intinya keselamatan WNI harus tetap menjadi prioris," ucapnya.
Sumber : tribunnews
Continue Reading

Charles Honoris, Pressure Mounts on Military to Drop Female Virginity Tests


Jakarta. Pressure is mounting on the Indonesian military to drop the invasive virginity tests it requires of female recruits, as another lawmaker from the House of Representatives’ Commission I critisized the practice on Monday.
Charles Honoris, a politician from the Indonesian Democratic Party of Struggle (PDI-P), has blasted the procedure as discriminative and said it violated human rights.

“Virginity cannot be the moral basis of someone,” Charles said. “Moreover, someone’s virginity does not have any affect on either competency and capability in her duty and function as a member of TNI [Indonesian Armed Forces].”
Charles is the second lawmaker from House Commission I, which oversees defense, intelligence and security affairs, to criticise the so-called two-finger test in the past two days.

Fellow PDI-P politician Tubagus Hasanuddin said on Sunday there was no connection between virginity and morals.
Charles said Indonesia has ratified the United Nations’ International Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women and it was now Indonesian law.

He said the test — which the TNI requires female recruits to take to gauge their morality — discriminated against woman and the TNI must apply equal treatment to both male and female recruits.

The commander of Indonesia’s armed forces, Gen. Moeldoko, has defended the practice and described it as a “good thing.”

He claimed last week the virginity test “is a measure of morality” and there was “no other way” to determine a person’s morality.

Sumber: Thejakartaglobe http://thejakartaglobe.beritasatu.com/news/pressure-mounts-military-drop-female-virginity-tests/
Continue Reading

Charles Honoris: Bentrok TNI Vs Polri Akibat Kesejahteraan Kurang


Anggota Komisi I DPR Bidang Pertahanan, Charles Honoris menilai bentrok antara prajurit TNI dan Polri di Batam disebabkan masalah kesejahteraan. Charles berharap anggaran kesejahteraan personil TNI dan Polri ditingkatkan. "Terjadinya konflik seperti di Batam berkaitan dengan kesejahteraan para anggota TNI maupun Polri yang tidak memadai," kata Charles kepada wartawan, Jum'at (21/11).

Bentrok TNI dan Polri tidak bisa dibiarkan. Charles mengatakan bentrok dua institusi pelindung rakyat itu justru menodai kepercayaan rakyat. "Kita tentunya tidak mentolerir terjadinya aksi kekerasan seperti itu," ujarnya.

Pada bagian lain Charles mengapresiasi langkah-langkah yang diambil pejabat setempat seperti Wakil GUbernur Kepulauan Riau, Kapolda, dan Pangdam yang turun langsung ke lapangan untuk mengupayakan penyelesaian. Dia berharap ke depan tidak terjadi lagi bentrok TNI dan Polri. "Tentunya sebagai anak bangsa, kita tidak ingin peristiwa serupa terjadi lagi," kata Ketua DPD Taruna Merah Utih Jakarta ini.

Sumber: Republika
http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/politik/14/11/21/nfdrlu-komisi-i-bentrok-tni-vs-polri-akibat-kesejahteraan-kurang

Continue Reading
Designed By Cue For Blogger Templates