Showing posts with label BIN. Show all posts
Showing posts with label BIN. Show all posts

Anggota Komisi I: Polemik Pembelian Senjata Harus Segera Diakhiri


Pernyataan Menteri Koordinator (Menko) bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam) Wiranto terkait pembelian senjata oleh Badan Intelijen Negara (BIN) sudah merupakan pernyataan sikap resmi dari pemerintah. Pernyataan Wiranto itu diharapkan dapat menyelesaikan polemik yang ada.
"Saya berharap dengan apa yang disampaikan Pak Wiranto tadi malam kegaduhan dapat segera diakhiri dan tidak ada polemik terkait hal ini lagi," ujar anggota Komisi I DPR RI Charles Honoris di Jakarta, Senin (25/9).
Wiranto memastikan tidak ada pengadaan senjata ilegal. Pengadaan senjata yang diungkap Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo adalah milik Badan Intelijen Negara (BIN). Jumlahnya juga bukan 5.000 pucuk, tetapi hanya 500 pucuk.
Anggota Fraksi PDI Perjuangan menyayangkan penyampaian misinformasi oleh Panglima Jenderal Gatot Nurmantyo terkait upaya pembelian 5.000 senpi secara ilegal oleh institusi tertentu. Hal ini sudah menciptakan kegaduhan dan keresahan publik.
Menurut Charles, sebagai panglima TNI, tentunya Gatot harus bisa memilih dan memilah informasi apa saja yang layak disampaikan keluar.
"Saat ini kan sudah terbuka melalui pernyataan resmi Menko Polhukam bahwa ternyata institusi yang dimaksud oleh panglima TNI adalah BIN," katanya.
Charles mengatakan sangat tidak etis ketika seorang panglima TNI menyatakan akan menyerbu sebuah lembaga tinggi negara lainnya. Seharusnya, kata dia, Gatot sebagai pimpinan sebuah lembaga tinggi negara bisa berkoordinasi dengan baik dengan lembaga-lembaga lainnya untuk menyukseskan program kerja pemerintahan Jokowi.
Menjelang masa pensiun, saran Charles, Gatot bisa fokus menyelesaikan pekerjaan rumah tangga yang tersisa dalam upaya membangun dan meningkatkan kapasitas dan kapabilitas TNI.
"Fokus meninggalkan legacy yang baik sebagai seorang pimpinan TNI," katanya.
Sumber : BeritaSatu
Continue Reading

Politisi PDI-P: Tidak Etis Panglima TNI Menyatakan Akan Menyerbu Lembaga Tinggi Negara


Anggota Komisi I DPR Charles Honoris menyayangkan penyampaian misinformasi oleh Panglima TNI Gatot Nurmantyo terkait upaya pembelian 5000 senjata api secara ilegal oleh institusi tertentu. Terlebih ucapannya itu membuat kegaduhan.
"Hal ini sudah menciptakan kegaduhan dan keresahan publik. Sebagai Panglima TNI tentunya Pak Gatot harus bisa memilih dan memilah informasi apa saja yang layak disampaikan keluar," kata Charles kepada Kompas.com, Senin (25/9/2017).
Charles mengatakan, saat ini sudah terbuka melalui statement resmi Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto bahwa ternyata institusi yang dimaksud oleh Panglima TNI adalah Badan Intelijen Negara. Pembelian senjata itu pun dilakukan secara legal untuk pendidikan di BIN.
"Sangat tidak etis ketika seorang Panglima TNI menyatakan akan menyerbu sebuah lembaga tinggi negara lainnya. Seharusnya Pak Gatot sebagai pimpinan sebuah lembaga tinggi negara bisa berkoordinasi dengan baik dengan lembaga-lembaga lainnya untuk mensukseskan program kerja pemerintahan Jokowi, bukan malah sebaliknya," ucap Charles.
Politisi PDI-P ini pun menyarankan, menjelang masa pensiun, Gatot bisa fokus menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga yang tersisa dalam upaya membangun dan meningkatkan kapasitas dan kapabilitas TNI. Gatot, kata dia, harus fokus meninggalkan legacy yang baik sebagai seorang pimpinan TNI.
"Statement Pak Wiranto sudah merupakan pernyataan sikap resmi dari pemerintah. Saya berharap dengan apa yang disampaikan Pak Wiranto tadi malam kegaduhan dapat segera diakhiri dan tidak ada polemik terkait hal ini lagi," ucap Charles.
Sebelumnya, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menyampaikan, ada institusi yang berencana mendatangkan 5.000 pucuk senjata secara ilegal dengan mencatut nama Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Indonesia. Gatot menyampaikan, TNI akan mengambil tindakan tegas jika hal tersebut dilakukan, tidak terkecuali apabila pelakunya berasal dari keluarga TNI bahkan seorang jenderal sekalipun.
Lebih lanjut, Gatot menegaskan, nama Presiden Jokowi pun dicatut agar dapat mengimpor senjata ilegal tersebut. "Mereka memakai nama Presiden, seolah-olah itu yang berbuat Presiden, padahal saya yakin itu bukan Presiden, informasi yang saya dapat kalau tidak A1 tidak akan saya sampaikan di sini. Datanya kami akurat, data intelijen kami akurat," kata dia.
Namun pernyataan Panglima itu dibantah Menkopolhukam Wiranto yang menjelaskan bahwa pernyataan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo soal ada institusi non-militer yang berencana mendatangkan 5.000 pucuk senjata secara ilegal adalah keliru. Yang benar, kata dia, institusi non-militer yang berniat membeli senjata itu adalah Badan Intelijen Negara (BIN) untuk keperluan pendidikan.
Jumlahnya pun tak mencapai 5.000 pucuk, tetapi hanya 500 pucuk. BIN juga sudah meminta izin ke Mabes Polri untuk pembelian senjata itu. Izin tak diteruskan ke TNI lantaran spesifikasi senjata yang dibeli BIN dari Pindad itu berbeda dengan yang dimiliki militer.
Sumber : Kompas
Continue Reading

Politisi PDIP Ini Minta Aparat Waspada, ISIS Bangun Basis di Filipina

Anggota Komisi I Charles Honoris mengatakan, pemerintah, khususnya Badan Intelijen Negara harus waspada merespons informasi dari Panglima TNI bahwa kelompok Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) sedang membangun basis di Filipina Selatan.

BIN harus melakukan upaya deteksi dini terhadap berbagai ancaman yang mungkin terjadi.
"BIN nantinya bisa melakukan intelligence sharing kepada lembaga penegak hukum sehingga bisa mengantisipasi aksi-aksi terorisme yang mungkin terjadi," kata Charles, melalui keterangan tertulisnya, Rabu (7/12/2016).
Selain itu, lanjut Charles, adanya infiltrasi kelompok ISIS di berbagai jaringan di Tanah Air harus mendapatkan perhatian khusus.
BNPT, BIN maupun Polri harus mampu melakukan infiltrasi yang efektif terhadap jaringan-jaringan tersebut sehingga bisa mengetahui penyebaran paham dan proses rekruitmen yang dilakukan oleh kelompok ini.
Keterlibatan PPATK juga penting untuk melacak aliran dana.
"Follow the money. Apabila diputus aliran dananya maka tentu akan mempersulit gerakan mereka," tambah dia.
Menurut Charles, ancaman jaringan dan ideologi ISIS bukan hanya menyangkut aksi-aksi terorisme.
Tetapi juga dengan cara mengganggu stabilitas politik nasional dan melalui aksi makar.
"Rakyat Indonesia harus waspada karena kelompok dan ideologi ini tidak akan berhenti sebelum tujuannya tercapai. Oleh karena itu, jaringan ini harus segera dimatikan," ucap Politisi PDI-P ini.
Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo sebelumnya mengatakan, ada informasi bahwa kawasan Filipina selatan yang dekat dengan perbatasan Indonesia, akan menjadi basis pergerakan ISIS di Asia Tenggara.
Hal tersebut disampaikan Gatot saat Seminar Nasional bertema Preventive Justice dalam Antisipasi Perkembangan Ancaman Terorisme di Jakarta, Selasa (6/12/2016).
“Saya sudah enam bulan lebih berteriak tentang ini, dan syukur Alhamdulilah Presiden Rodrigo Duterte pada 14 November lalu menyampaikan benar bahwa ISIS menjadikan Filipina selatan sebagai basis di Asia Tenggara. Dan Presiden Duterte akan mengabaikan HAM untuk melindungi rakyatnya,” ujarnya.
Sumber : BangkaPost
Continue Reading

RUU Kamnas Dinilai Tumpang Tindih Dengan UU TNI/Polri


Anggota Komisi I DPR RI fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Charles Honoris, menilai rancangan Undang-undang Keamanan Nasional (Kamnas) yang diajukan pemerintah ke Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2016 belum terlalu penting. Sebab, menurut dia, RUU Kamnas kurang sejalan dengan agenda reformasi dalam penguatan hak-hak sipil, berpolitik, dan berserikat.

"Saya khawatir RUU Kamnas bisa mencederai demokrasi ketika dijadikan UU. Saya melihat tak ada urgensi untuk membahas RUU itu dalam waktu dekat," kata Charles, di Surabaya, Selasa (19/4/2016).
Menurut dia, RUU Kamnas bermasalah dari sisi yuridis. RUU Kamnas, kata dia, terkesan ditempatkan lebih tinggi dari UU TNI dan UU Polri. Padahal, dalam filosofi hukum tak boleh menempatkan satu UU di atas UU lainnya.

Dia mencontohkan, dalam draft RUU Kamnas dimungkinkan keterlibatan intelijen dengan kewenangan lebih luas. Padahal, kata dia, urusan dan kewenangan Badan Intelijen Negara (BIN) telah diatur dalam UU Intelijen.

"Saya berpandangan UU yang mengatur perangkat keamanan negara hari ini masih mampu mengakomodasi segala ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan keamanan nasional," jelasnya.

Menurut dia, saat ini yang diperlukan Indonesia adalah menerapkan UU yang berkaitan dengan keamanan nasional secara konsisten dan menghilangkan ego sektoral. Sebab, jika RUU Kamnas hanya untuk mengantisipasi perkembangan ancaman keamanan nasional, cukup dengan meningkatkan kualitas aparat penegak hukum, meningkatkan fasilitas perangkat penegakan hukum, dan koordinasi antar instansi terkait.

Hal senada juga disampaikan pengamat politik LIPI, Hermawan Sulistyo. Dia berpendapat, yang dibutuhkan pemerintah saat ini adalah profesionalisme TNI di bidang pertahanan dan keamanan.

"Kita sepakat dengan alokasi anggaran TNI sebesar Rp152 triliun sepanjang 2011-2015 dan diteruskan pada tahun anggaran 2016-2019 dengan nilai sebesar Rp152 triliun pula. Tapi TNI harus profesional dan tangguh dalam konteks hankam, bukan TNI yang masuk ke semua lini dalam kehidupan masyarakat dan ketatanegaraan," tegasnya.
 
Sumber : metrotvnews.com
Continue Reading

Politikus PDIP: TNI Dan BIN Harus Segera Gelar Operasi Pembebasan 10 WNI Dari Kelompok Abu Sayyaf

Pemerintah Indonesia harus bergerak cepat, taktis, dan efektif mencari keberadaan 10 Warga Negara Indonesia (WNI) yang disandera kelompok Abu Sayyaf di Filipina.

Anggota Komisi I DPR RI Charles Honoris mendorong agar Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) segera memaksimalkan Tim Perlindungan WNI dengan memastikan kondisi keselamatan 10 WNI tersebut.
"Pemerintah harus segera memastikan kondisi keselamatan 10 WNI tersebut," ujar anggota Fraksi PDI Perjuangan ini, Selasa (29/3/2016).

Pemerintah pun perlu memastikan komunikasi terjalin baik dengan pihak Filipina. "Ini menyangkut aspek ancaman terhadap keselamatan warga negara," ujarnya.

Menurutnya paling penting TNI dan BIN segera menggelar operasi pembebasan sandera.

"Ini sudah jadi wilayah TNI. Pasukan TNI kita sudah punya pengalaman terkait operasi pembebasan sandera seperi yang dilakukan di Somalia. Intinya keselamatan WNI harus tetap menjadi prioris," ucapnya.
Sumber : tribunnews
Continue Reading
Designed By Cue For Blogger Templates